KELANJUTAN TRADISI LISAN MADDOJA BINE DALAM KONTEKS PERUBAHAN SOSIAL MASYARAKAT BUGIS

Andi Sulkarnaen

Abstract

This research examines the continuation of maddoja bine tradition in the context of Bugis society social change. Literally maddoja means staying up or waking, not sleeping; Bine means seed. Farmers who carry out maddoja bine will be waking at night watching the seeds of the rice, before sowing in the field on the next day. To fill the waking time massureq is held. It is the recital of Sureq La Galigo in song. Maddoja bine is one of La Galigo's traditions which is performed as a tribute to Sangiang Serri (goddess of rice). It is told in the epic / myth of La Galigo that Sangiang Serri is the daughter of Batara Guru.In the beginning, the implementation of maddoja bine was part of communal ritual in one wanua (kampung), when the customary institutions still remained and functioned. The social changes of Bugis society affect the implementation of maddoja bine tradition. This research finds four ways of the implementation of maddoja bine among Bugis farmers: 1) conducted individually accompanied by massureq, 2) carried out individually by incorporating elements of Islamic religion (barzanji) and without accompanying the reading of Sureq La Galigo, 3) carried out individually without accompanying the reading of Sureq La Galigo, 4) executed collectively or in communal accompanied by the recital of Sureq La Galigo.The emergence of four ways of implementing maddoja bine is inseparable from the socio-cultural context of the community in which the tradition is carried out. The sustainability of the tradition is influenced by external and internal elements (inheritance systems). The survival of the tradition is a reflection of the meaningfulness of cultural practice for its supporting community.

Keywords: Bugis, tradition sustainability, maddoja bine, social change

 

ABSTRAK

Tulisan ini membahas kelanjutan tradisi maddoja bine dalam konteks perubahan sosial masyarakat Bugis. Secara harfiah maddoja berarti 'begadang atau berjaga, tidak tidur'; bine berarti 'benih.' Petani yang melaksanakan maddoja bine akan berjaga di malam hari menunggui benih padi yang diperam, sebelum ditabur di persemaian keesokan harinya. Untuk mengisi waktu berjaga-jaga tersebut, diadakan massureq, yaitu pembacaan Sureq La Galigo dengan berlagu (resitasi). Maddoja bine merupakan salah satu tradisi La Galigo yang dilaksanakan sebagai bentuk penghormatan kepada Sangiang Serri (dewi padi). Dalam epos/mitos La Galigo diceritakan bahwa  Sangiang Serri merupakan puteri Batara Guru. Pada mulanya pelaksanaan maddoja bine merupakan bagian dari ritual komunal dalam satu wanua (kampung). Pada saat itu pranata adat masih ada dan berfungsi. Perubahan sosial masyarakat Bugis berpengaruh terhadap pelaksanaan tradisi maddoja bine. Dari penelitian ini, didapatkan empat cara pelaksanaan maddoja bine di kalangan petani Bugis, yaitu; 1) dilaksanakan secara perorangan disertai dengan massureq, 2) dilaksanakan secara perorangan dengan memasukkan unsur agama Islam (barzanji) dan tanpa disertai dengan pembacaan Sureq La Galigo, 3) dilaksanakan secara perorangan tanpa disertai dengan pembacaan Sureq La Galigo, 4) dilaksanakan secara kolektif atau komunal dengan disertai pembacaan Sureq La Galigo. Munculnya empat cara pelaksanaan maddoja bine ini tidak terlepas dari konteks sosial budaya masyarakat tempat dilaksanakannya tradisi tersebut. Keberlanjutan tradisi dipengaruhi oleh elemen-elemen eksternal dan internal (sistem pewarisan). Kebertahanan tradisi merupakan cerminan kebermaknaan dari praktik budaya bagi komunitas pendukungnya.

Kata kunci: Bugis, kelanjutan tradisi, maddoja bine, perubahan sosial

Keywords

Bugis, tradition sustainability, maddoja bine, social change

Full Text:

PDF

References

Abdullah, Taufik. (2012). "Kajian Tradisi Lisan: Dari Pencapaian ke Tantangan." Makalah Seminar Internasional dan Festival Tradisi Lisan VIII, Tanjungpinang 22--25 Mei 2012.

Ambo Enre, Fachruddin.(1999). Ritumpanna Welenrennge: Sebuah Episoda Sastra Bugis Klasik Galigo: Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Danandjaja, James. (2003). Kegunaan Cerita Rakyat Sawerigading sebagai Sumber Kajian Sejarah Lokal Daerah-Daerah Sulawesi Selatan Dalam La Galigo Menelusuri Jejak warisan Sastra Dunia. Nurhayati Rahman dkk (ed.). Makassar. Penerbit Pusat Studi La Galigo Divisi Ilmu Sosial dan Humaniora, Pusat Kegiatan Penelitian Universitas Hasanuddin dan Pemerintah Kabupaten Barru.

Dundes, Alan, (2005). "Folkloristics in the Twenty-First Century" dalam Journal of American Folklore, Vol. 118, No. 470, Fall 2005 Published by American Folklore Society.

Faisal. (2001). "Kisah Meongmpalo Karellae: Sebuah Mitos dalam Kehidupan Masyarakat Bugis," dalam Buletin Bosara: Media Informasi Sejarah dan Budaya Sulsel No. 19 Tahun VIII/20001. Balai Kajian Jarahnitra Makassar.

Finnegan, Ruth. (1992). Oral Tradition and the Verbal Arts: A Guide to Research Practices. London: Routledge.

----------------. (1977). Oral Poetry: Its Nature, Significance and Social Context. London: Cambridge University Press.

Halbwachs, Maurice. (1992). On Collective Memory. 1925. Ed., Lewis A. Coser (terj.). Chicago: University of Chicago Publishing.

Ikram, Achadiati. (2008). "Beraksara dalam Kelisanan" dalam Pudentia MPSS (ed). Metodologi Kajian Tradisi Lisan. Jakarta: Asosiasi Tradisi Lisan.

Koentjaraningrat. (1974). Kebudayaan, Mentalitas, dan Pembangunan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

-----------. (1984). Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta: Penerbit Djambatan.

Lessa, William A. & Evon Z. Vogt (ed.) (1979). Reader in Comparative Religion: An Anthropological Approach. New York. Harper & Row Publisher.

Lord, Albert B. (1995). The Singer Resumes The Tale. London: Cornell University Press.

----------------. (2000). The Singer of Tales. Second Edition. London: Harvard Universty Press.

Malinowski, Bronislaw. (1972). "The Role of Magic and Religion" dalam William A Lessa & von Z. Vogt (Penyunting). Reader in Comparative Religion: An Anthropological Approach. New York. Evanstor, San Fransisco: Harper & Row, Publisher, hal 63-72.

Morrison, James. (2000). "Perspektif Global Sejarah Lisan di Asia Tenggara," dalam Lim Pui Huen, James H Marrison dan Kwa Chong Guan (ed.). Sejarah Kelisanan di Asia Tenggara: Teori dan Metode. Diterjemahkan oleh R.Z. Leirissa, LP3ES, Jakarta.

Muttaqin, Ahmad. (2016). "Barzanji Bugis" dalam Peringatan Maulid: Studi Living Hadis di Masyarakat Bugis Soppeng" dalam Jurnal Living Hadis, Vol. 1, No.1, Mei 2016.

Nonci. (2003). Upacara Tudang Sipulung dan Mappalili Masyarakat Sulawesi Selatan. Makassar. Aksara.

Ong, Walter J. (2002). Orality and literacy: The technologizing of the word. Edisi II. New York: Routledge.

PaEni, Mukhlis. (ed.). 1986. Dinamika Bugis-Makassar. Makassar. Pusat Latihan Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial.

Pelras, Christian. (2006). Manusia Bugis. Diterjemahkan oleh Abdul Rahman Abu dkk. Jakarta. Nalar dan Forum Jakarta-Paris EFEO.

Pudentia. (2000). Mak Yong: Hakikat dan Proses Penciptaan Kelisanan. Disertasi di FIB-UI. Perpustakaan Fakultas Ilmu BudayaUniversitas Indonesia.

-----------. (ed.). (2008). Metodologi Kajian Tradisi Lisan. Jakarta: Asosiasi Tradisi Lisan.

Qomar, Mujamil. (2015). "Ragam Identitas Islam di Indonesia dari Perspektif Kawasan." Jurnal Epistemé, vol. 10, no. 2, Desember 2015. Pascasarjana IAIN Tulungagung.

Rahman, Nurhayati. (2008). "Agama, Tradisi, dan Kesenian dalam Manuskrip La Galigo", yang diterbitkan dalam SARI: Jurnal Alam dan Tamadun Melayu, 26. Pp 213-220. ISSN 0217-2721. Kuala Lumpur: University Kebangsaan Malaysia Press.

Saidi, Anas. (2015). "Sepengertian tanpa Sepengetahuan: Survival Strategy dan Makna Simbolik Transmisi Kelisanan (Kasus Agama Djawi Sunda, Cigugur, Kuningan, Jawa Barat)." Disertasi Program Pascasarjana FIB UI.

Sedyawati, Edi. (1996). "Kedudukan tradisi lisan dalam ilmu-ilmu sosial dan ilmu-ilmu budaya", dalam Warta ATL Edisi II/Maret. Jakarta: Asosiasi Tradisi Lisan.

Sweeney, Amin. (2011). Pucuk Gunung Es: Kelisanan dan keberaksaraan dalam kebudayaan Melayu-Indonesia. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia dan majalah Horizon.

Teeuw. (1994). Indonesia: Antara Kelisanan dan Keberaksaraan. Jakarta: Pustaka Jaya.

Tol, Roger dan Pudentia. (1995). "Tradisi lisan Nusantara: Oral tradition from the Indonesian archipelago a three-directional approach", dalam Warta ATL Edisi Perdana, No I/01-Maret 1995. Jakarta: Asosiasi Tradisi Lisan.

Vansina, Jan. (1985). Oral Tradition As History, London: Heinemann

Yampolsky, Philip. (1996). "Pencincangan Pertunjukan", makalah Seminar Internasional Tradisi Lisan Nusantara, November 1996. Depok.

Copyright (c) 2018 Masyarakat Indonesia
Creative Commons License
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License.

Refbacks

  • There are currently no refbacks.