TEKNIKALISASI PEMETAAN WILAYAH ADAT: KETAHANAN SOSIAL BUDAYA ORANG SUMURI DI KABUPATEN TELUK BINTUNI, PROVINSI PAPUA BARAT

I Ngurah Suryawan

Abstract

This article aims to analyze the impacts of increasing bussiness investment in Sumuri District, Bintuni Bay, West Papua Province. One of the company social responsbility (CSR) is mapping the customary rights to identify some areas that would become business’s location. As the results, it appears the complexity issues that connect social and cultural resistance to the technicalization of mapping problems. Territorialising indigenous community’s
territories happens and they were trapped in the processes of regulation prepared by the local government and investors. The most difficult challenge is to clear up the process of mapping technicalization that has become into the state and investor perpsectives. Therefore, this article attempts to explore social processes in negotiations between technicalization ofclan territories and expectations of local communities on sociocultural changes. In
this contestation, imagination about the customs and cultures involved in the current sociocultural changes and the setting becomes very problematic and risky. So, this article is necessary to find out which social and cultural resilience are the local communities expect.


Keyword: technicalization processes, mapping, clan territories, conflict, socio-cultural resilience


ABSTRAK


Artikel ini menganalisis berbagai dampak yang ditimbulkan dari penetrasi investasi di Distrik Sumuri, Kabupaten Teluk Bintuni, Provinsi Papua Barat. Salah satu hal yang dilakukan perusahaan adalah pemetaan hak-hak ulayat marga untuk mengidentifikasi wilayah yang menjadi lokasi perusahaan. Pada momen inilah muncul kompleksitas persoalan yang menghubungkan ketahanan sosial budaya komunitas tempatan dengan teknikalisasi
permasalahan pemetaan ini. Teritorialisasi wilayah-wilayah adat terjadi begitu saja dan komunitas tempatan terjebak dalam proses pengaturan yang dipersiapkan oleh negara dan perusahaan. Tantangan terberat pemetaan partisipatif adalah menjernihkan proses teknikalisasi dan pengaturan yang menjadi perspektif dari negara dan perusahaan. Artikel ini mencoba mendalami apa yang terjadi dalam negosiasi antara proses teknikalisasi pemetaan wilayah adat tersebut dengan harapan-harapan yang terbangun dalam diri orang Sumuri tentang perubahan sosial budaya. Dalam
kontestasi inilah, imajinasi tentang melibatkan adat dan budaya dalam arus perubahan sosial budaya dan pengaturan menjadi sangat problematik dan riskan. Sehubungan dengan hal itu, artikel ini bertujuan untuk mengetahui ketahanan sosial budaya apa yang mereka (orang-orang Sumuri) harapkan.


Kata kunci: teknikalisasi, pemetaan, wilayah adat, konflik, ketahanan sosial buday

Keywords

Ketahanan Sosial

Full Text:

PDF

References

Ghee, L. T. & Gomes, A. G. (Eds). (1993). Suku asli dan pembangunan di Asia Tenggara. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Kemitraan. (2016). Pemetaan hak-hak ulayat orang Sumuri di Distrik Sumuri, Kabupaten Teluk Bintuni. (Bagian laporan penelitian belum dipublikasikan).

Koentjaraningrat. (1989). Pengantar ilmu antropologi. Cetakan ketujuh. Jakarta: Penerbit Aksara Baru.

Koentjaraningrat. (1961). Metode antropologi. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia.

Laksono, P. M. (2011). Ilmu-ilmu humaniora, globalisasi, dan representasi identitas. Pidato yang disampaikan pada Peringatan Dies Natalis ke-65 Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada. 3 Maret. Yogyakarta.

Laksono, P. M. (2009). Peta jalan antropologi Indonesia abad kedua puluh satu: Memahami invisibilitas (budaya) di era globalisasi kapital. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar pada Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada. 27 Oktober. Yogyakarta.

Laksono, P. M. (2002). Tanpa tanah, budaya nir-papan, antropologi antah berantah. Dalam A. Lounela dan R. Y. Zakaria (Eds.). Berebut tanah:

Beberapa kajian berperspektif kampus dan kampung. Yogyakarta: Insist, Jurnal Antropologi Indonesia dan Karsa.

Li, T. M. (2012). Will to improve: Perencanaan, kekuasaan, dan pembangunan di Indonesia. H. Santoso & P. Semedi (Terj.). Jakarta: Marjin

Kiri.

LPM UI. (2014). Pemetaan sosial masyarakat Distrik Sumuri Kabupaten Teluk Bintuni. (Draft laporan penelitian tidak diterbitkan).

Pramono, A. H. (2014). Perlawanan atau pendisiplinan? Sebuah refleksi kritis atas pemetaaan wilayah adat. Wacana Jurnal Transformasi Sosial, 33(XVI).

Siscawati, M. (2014). Masyarakat adat dan perebutan penguasaan hutan. Wacana Jurnal Transformasi Sosial, 33(XVI).

Suparlan, P. (1993). Pengantar. Dalam L. T. Ghee dan A. G. Gomes (Eds.), Suku asli dan pembangunan di Asia Tenggara. Jakarta: Yayasan Obor

Indonesia.

Suryawan, I N. (2015). Siasat elit mencuri kuasa negara di Kabupaten Manokwari Selatan, Provinsi Papua Barat. (Disertasi Doktor, Program S3 Ilmu-Ilmu Humaniora (Antropologi), Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta).

Suryawan, I N. (2011). Antropologi gerakan sosial: Membaca transformasi identitas budaya di Kota Manokwari, Papua Barat. Humaniora: Jurnal Budaya, Sastra, dan Bahasa Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada,

Yogyakarta, 23(3), (290–300).

Suryawan, I N. (2011b). Komin tipu komin: Elit lokal dalam dinamika otonomi khusus dan pemekaran daerah di Papua. Jurnal Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik (JSP), 15(2), (140–153).

Tsing, A. L. (2005). Friction: An ethnography of global connection. Princeton and Oxford: Princeton University Press.

Copyright (c) 2017 Masyarakat Indonesia

Refbacks

  • There are currently no refbacks.