Berdampingan dengan Leluhur di Masa Depan: Historisitas, Lanskap, dan Artikulasi Identitas Masyarakat Tengger Senduro
Abstract
Abstract
This article studies the historical significances of the ancestral tenet and the landscape of Puncak Songolikur for Tengger people in Senduro and how they are being performed, represented, and reconstructed in the present historical context. In this paper, the Folklore of Tengger about “Joko Seger and Roro Anteng†is studied neither as legend nor myth, but as public history which has relevances to the present social realities. For them, the story of the origin of their ancestor encompasses the overall theological framework that underlies the social order and cultural practices in their everyday life. The five religions policy during authoritarian New Order regime has led to a massive Hinduization and Islamization which has great influence on social and cultural order of Tengger people. Moreover, the enforcement of national park and tourism policy in their living space has raised greater challenge which manifests an increasingly capitalistic and profane life order. Under this condition, Puncak Songolikur presents and preserves the historical narrative about their ancestor as well as spiritual values, social order, cultural practice, and all the way of life. However, the development of tourist destination “Puncak B29†in the landscape of Puncak Songolikur since 2013 has become both challenge and opportunity for their historical narratives. This paper explores how tourism developent maintains and simultaneously contests the historicity of Puncak Songolikur. It includes how people assert, negotiate, and rearticulate their identity in nowadays cosmopolite historical horizon.
Keyworsd: Tengger Senduro, Puncak B29, Puncak Songolikur, Historicity, Articulation
Â
Abstrak
Artikel ini mengkaji signifikasi historis ajaran leluhur dan lanskap Puncak Songolikur bagi masyarakat Tengger di Senduro dan bagaimana historisitas tersebut dimaknai, direpresentasikan, dan direkonstruksi dalam konteks sejarah masa kini. Dalam tulisan ini, cerita rakyat Tengger tentang “Joko Seger dan Roro Anteng†tidak dikaji sebagai legenda ataupun mitos, melainkan sebagai sejarah publik yang memiliki relevansi dengan realita sosial masa kini. Bagi orang Tengger, cerita mengenai asal-usul leluhurnya menyangkut keseluruhan kerangka teologis yang mendasari tatanan sosial dan praktik kultural dalam kehidupan kesehariaanya. Kebijakan Lima Agama Mayoritas rezim Orde Baru telah menyebabkan Hinduisasi dan Islamisasi besar-besaran, yang juga berpengaruh besar terhadap tatanan sosial dan kultural masyarakat Tengger. Terlebih lagi, penerapan kebijakan Taman Nasional dan Pariwisata di ruang hidup mereka telah melahirkan tantangan yang lebih besar, yang memanifestasikan tatanan kehidupan yang semakin kapitalistik dan profan. Dalam kondisi ini, Puncak Songolikur mengahadirkan dan merawat narasi historis mengenai leluhur masyarakat Tengger di Senduro, sebagaimana pula merawat nilai-nilai spiritual, tatanan sosial, praktik budaya, dan keseluruhan cara hidup yang menyertainya. Namun, pengembangan destinasi wisata “Puncak B29†di lanskap Puncak Songolikur sejak 2013 menjadi tantangan sekaligus peluang bagi narasi sejarah masyarakat Tengger Senduro. Dalam tulisan ini akan ditunjukkan bagaimana pengembangan pariwisata dapat berpeluang menjaga sekaligus mengkontestasikan historisitas Puncak Songolikur. Pembahasan tersebut menyangkut bagaimana masyarakat Tengger di Senduro menegaskan, menegosiasikan, dan mengartikulasikan kembali identitasnya dalam konteks sejarah hari ini.
Kata kunci: Tengger Senduro, Puncak B29, Puncak Songolikur, Historisitas, Artikulasi
Keywords
Full Text:
PDFReferences
Andrianto, A. (2013) Eksistensi Dukun dan Kontrol Sosial Pada Masyarakat Tengger. Dalam Sumintarsih dkk., Kearifan Lokal, 281-340. Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Daerah Istimewa Yogyakarta.
Assmann, A. (2008) Canon and Archive. Dalam Erl dan NÏ‹nning (Eds.), Cultural Memory Studies: An International and Interdisciplinary Handbook, 97-107.
Assmann, J. (2008) Communicative and Cultural Memory. Dalam Erl dan NÏ‹nning (Eds.). Cultural Memory Studies: An International and Interdisciplinary Handbook, 109-118.
Barker, C. (2002). Making sense of cultural studies: Central problems and critical debates. Sage.
Batoro, J. (2017). Keajaiban Bromo Tengger Semeru. Universitas Brawijaya Press.
Bastian, J. A. (2014). Records, memory and space: Locating archives in the landscape. Public History Review, 21, 45.
Grossberg, L. (2005). On Postmodernism and Articulation: An Interview With Stuart Hall. Dalam David Morley dan Kuan Hsing Chen (Eds). Stuart Hall: Critical Dialogue in Cultural Studies (pp. 113-129). Routledge.
Hefner, R. W. (1999). Geger Tengger. Yogyakarta: LKiS.
Hefner, R. W. (1990). Hindu Javanese: Tengger Tradition and Islam. Princeton University Press.
Ireland, T., & Lydon, J. (2016). Rethinking Materiality, Memory and Identity. Public History Review, 23, 1-8.
Hadi, N., Urbiyanto, U., & Purwendarti, S. (2010). Penetrasi agama negara dan pengaruhnya terhadap ritual tradisional pada komunitas Tengger di kantong taman nasional Bromo-Tengger-Semeru: laporan penelitian fundamental tahun ke-2: sosial. Universitas Negeri Malang.
Haryanto, J.T. 2016. Pesan Kerukunan Cerita Lisan Masyarakat Tengger Desa Ngadas Kabupaten Malang. Jurnal Studi Masyarakat, Religi, dan Tradisi. 02 (02) Halaman 131-142
Kalela, J. (2013). History Making: The Historian as Consultant. Public History Review, 20, 24-41.
Nandy, A. (2015). Memory work. Inter-Asia Cultural Studies, 16(4), 598-606.
Rodman, G. B. (2013). Cultural studies and history. The Sage Companion to Historical Theory, 342-353
Setiawan, I., Tallapessy, A., Subaharianto, A. (2015). “Politik Identitas Etnis Pasca Reformasi: Studi Kasus Pada Komunitas Tengger Dan Usingâ€. Laporan Penelitian. Fakultas Sastra Universitas Jember.
Slack, J. D. (2005). The theory and method of articulation in cultural studies. Dalam David Morley dan Kuan Hsing Chen (Eds). Stuart Hall: Critical Dialogue in Cultural Studies (pp. 113-129). Routledge
Sutarto, A. (2006). Sekilas tentang masyarakat Tengger. Makalah disampaikan pada acara pembekalan Jelajah Budaya, 7-10. (online), (http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpnbyogyakarta/wpcontent/uploads/sites/24/2014/06/Masyarakat_Tengger.pdf) diakses pada 15 Mei 2018 Pukul 00.05.
Sutarto. (1997). Legenda kasada dan karo orang Tengger, Lumajang. Fakultas Sastra Universitas Indonesia.
Waluyo, H. (1997). Sistem pemerintahan tradisional di Tengger Jawa Timur. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, Proyek Pengkajian dan Pembinaan Nilai-Nilai Budaya.
Warouw, N., Adrianto, A., Harnoko, D., Ambarwati, A., Priyanggono, A., Pradnyaswari, N. P. A. A., & Agustini, B. L. (2012). Inventarisasi dan komunitas adat Tengger, Ngadisari, Sukapura, Probolinggo, Jawa Timur. Balai Pelestarian Nilai Budaya Daerah Istimewa Yogyakarta bekerja sama dengan Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada.
Woodward, I. (2007). Understanding material culture. Sage.
Rujukan Media Online
“Asal Mula Tengger†Situs Resmi Pemeintah Kabupaten Pasuruan (10 Mei 2017) diakses pada 9 Mei 2018 Pukul 22.34 WIB dari http://pasuruankab.go.id/cerita-36-asal-mula-tengger.html.
Taufiqurrohman (2016). Jelajah Taman Mbah Bromo, diakses pada 10 Mei 2018 Pukul 00.23 WIB dari http://arsip.gatra.com/2016-03-28/majalah/artikel.php
“Jabal Nur Masjid Eksotis di Lereng Semeruâ€. Hidayatullah.com (6 Mei 2010) diakses pada 15 Mei 2018 Pukul 00.40 dari https://www.hidayatullah.com/feature/read/ 2010/05/06/43355/jabal-nur-masjid-eksotis-di-lereng-semeru.html
“Legenda di Balik Indahnya Puncak B29 Lumajangâ€. Kompas.com (14 Mei 2017) diakses pada 9 Mei 2018 Pukul 23.40 darihttps://travel.kompas.com/ read/2017 /05/14/16080 0727/legenda.di.balik.indahnya.puncak.b29.lumajang
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License.
Refbacks
- There are currently no refbacks.