LUNANG TLA OTA INE: MEMAHAMI KEBUDAYAAN KOMUNITAS ADAT PUNAN ADIU DAN PRAKTIK DISKURSIF PELESTARIAN HUTAN

Puji Hastuti

Abstract

Lunang Tla Ota Ine merupakan falsafah hidup komunitas Punan Adiu di Kabupaten Malinau, Kalimantan Utara dalam mengelola hutannya. Secara harfiah, “Lunang Tla Ota Ine” dimaknai oleh komunitas sebagai hutan adalah air susu ibu. Konsep budaya ini mencerminkan pandangan hidup dan hubungan yang mendalam antara komunitas Punan Adiu dengan ekosistem hutan yang menjadi tempat tinggal mereka. Artikel ini menggunakan pendekatan antropologi budaya untuk memahami bagaimana pandangan hidup dan hubungan antara masyarakat Punan Adiu dan ekosistem hutam mereka yang tercermin dalam konsep budaya “Lunang Tla Ota Ine”. Dalam kerangka antropologi budaya, "Lunang Tla Ota Ine" menunjukkan kompleksitas budaya dan ekologi yang tumbuh bersama dalam kehidupan sehari-hari komunitas Punan Adiu. Hutan bukan hanya sekadar sumber daya alam, tetapi juga merupakan aspek kultural dan spiritual yang penting dalam kehidupan komunitas Punan Adiu. Falsafah  Lunang Tla Ota Ine yang dibahas dalam artikel ini meliputi penjagaan hutan melalui hubungan budaya dan lingkungan, peran komunitas adat dalam pelestarian lingkungan, dan peran komunitas adat dalam menghadapi tantangan perubahan iklim. Hasilnya, “Lunang Tla Ota Ine” mencerminkan sistem nilai, praktik kehidupan sehari-hari, dan interaksi sosial di antara anggota komunitas Punan Adiu yang tinggal dalam ekosistem hutan secara lintas generasi. Lunang Tla Ota Ine menjadi praktik diskursif pengelolaan hutan dari komunitas adat Punan Adiu berpotensi menjadi pusaka budaya yang menyelamatkan dunia. 

Keywords

komunitas adat, hutan adat, lintas generasi, ekologi, punan adiu

Full Text:

PDF

References

Acciaioli, G. (2007). From Customary Law to Indigenous Sovereignity: Reconceptializing Masyarakat Adat in Contemporary Indonesia. In The Revival of Tradition in Indonesian Politics: The Deployment of Adat from Colonialism to Indigenism (pp. 295–318). Routledge Tylor and Francis Group. https://doi.org/10.4324/9780203965498

Bappeda Litbang Kalimantan Utara. (2018). Rencana Aksi Daerah Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca: Kalimantan Utara 2010-2030.

Bennett, B. C. (2002). Forest products and traditional peoples: Economic, biological, and cultural considerations. Natural Resources Forum, 26(4), 293–301. https://doi.org/10.1111/1477-8947.00032

Bhagwat, S. A., Humphreys, D., & Jones, N. (2017). Forest governance in the Anthropocene: Challenges for theory and practice. Forest Policy and Economics, 79, 1–7. https://doi.org/10.1016/j.forpol.2017.01.010

BPS. (2022). Provinsi Kalimantan Utara Dalam Angka 2022. In Badan Pusat Statistik.

BPS Kabupaten Malinau. (2019). Kecamatan Malinau Selatan Hilir dalam Angka 2019.

Césard, N. (2007). A sociohistorical transition: Trade in forest products and bride-price among the Punan Tubu of Eastern Kalimantan. Anthropos, 102(2), 455–477. https://doi.org/10.5771/0257-9774-2007-2-455

Convention on Biological Diversity. (1992). In United Nations. https://doi.org/10.1016/B978-0-12-384719-5.00418-4

Dentan, R. (2013). Borneo.Images of a forest people: Punan Malinau — Identity, sociality, and encapsulation in Borneo. By Lars Kaskija. Uppsala: Uppsala Studies in Cultural Anthropology No. 52, 2012. Pp. 270. Appendix, Bibliography. Journal of Southeast Asian Studies, 44(3), 529–533. https://doi.org/10.1017/s002246341300043x

Dove, M. R. (1995). The theory of social forestry intervention: the state of the art in Asia. Agroforestry Systems, 30(3), 315–340. https://doi.org/10.1007/BF00705217

Eko, M. (2022). Lunang Tlang Ota Ine: Bagaimana masyarakat adat Punan Adiu menggunakan pemetaan Partisipatif untuk melindungai tanah adat mereka. https://www.iklimku.org/lunang-tlang-ota-ine/

Fajrini, R. (2022). Environmental Harm and Decriminalization of Traditional Slash-and-Burn Practices in Indonesia. International Journal for Crime, Justice and Social Democracy, 11(1), 28–43. https://doi.org/10.5204/ijcjsd.2034

Geertz, C. (1973). Interpretation of Culture. In Basic Books. https://doi.org/10.4324/9780203790571-27

Hastuti, P., Raharja, M. B., & Syahidah, S. A. (2022). Praktik pembangunan ekonomi hijau di Provinsi Kalimantan Utara: Pengelolaan hutan berbasis kearifan lokal Tane’Olen (dayak kenyah Oma’Lungh) dan Luna Tlang Ota Ine (Dayak Punan Adiu). https://kependudukan.brin.go.id

Lansing, J. S., Jacobs, G. S., Downey, S. S., Norquest, P. K., Cox, M. P., Kuhn, S. L., Miller, J. H., Malik, S. G., Sudoyo, H., & Kusuma, P. (2022). Deep ancestry of collapsing networks of nomadic hunter-gatherers in Borneo. Evolutionary Human Sciences, 4, 1–19. https://doi.org/10.1017/ehs.2022.3

Li, T. M. (2000). Articulating indigenous identity in indonesia: Resource politics and the tribal slot. Comparative Studies in Society and History, 42(1), 149–179. https://doi.org/10.1017/S0010417500002632

MacKinnon, K., Hatta, G., Halim, H., & Mangalik, A. (1996). The Ecology of Kalimantan: Indonesian Borneo. The Ecology of Indonesia Series, 3(9), 287.

Paino, C. (2015). Ketika Dayak Punan Siapkan “Senjata” Melawan Penghancuran Hutan Adat. Mongabay Situs Berita Lingkungan.

Profil Desa Punan Adiu. (2021).

Robben, A. C. G. M., & Sluka, J. A. (2007). Ethnographic Fieldwork: An Anthropological Reader. In A. C. G. M. Robben & J. A. Sluka (Eds.), Ethnographic fieldwork: an anthropological reader (Vol. 15, Issue 3, pp. 1–28). Blackwell Publishing. https://doi.org/10.1111/j.1467-9655.2009.01577_31.x

Roux, J. L., Konczal, A. A., Bernasconi, A., Bhagwat, S. A., Vreese, R. De, Doimo, I., Govigli, V. M., Kašpar, J., Kohsaka, R., Pettenella, D., Plieninger, T., Shakeri, Z., Shibata, S., Stara, K., Takahashi, T., Torralba, M., Tyrväinen, L., Weiss, G., & Winkel, G. (2022). Exploring evolving spiritual values of forests in Europe and Asia: a transition hypothesis toward re-spiritualizing forests. Ecology and Society, 27(4). https://doi.org/10.5751/ES-13509-270420

Schreer, V. (2016). Learning Knowledge about Rattan (Calamoideae arecaceae) and Its Uses Amongst Ngaju Dayak in Indonesian Borneo. Journal of Ethnobiology, 36(1), 125–146. https://doi.org/10.2993/0278-0771-36.1.125

Sillitoe, P., & Marzano, M. (2009). Future of indigenous knowledge research in development. Futures, 41(1), 13–23. https://doi.org/10.1016/j.futures.2008.07.004

Syahni, D. (2021). Menyoal Kasus Pencemaran Sungai Malinau dan Sanksi bagi Perusahaan Batubara. https://www.mongabay.co.id/2021/03/05/menyoal-kasus-pencemaran-sungai-malinau-dan-sanksi-bagi-perusahaan-batubara/

Takeuchi, Y., Soda, R., Diway, B., Kuda, T. A., Nakagawa, M., Nagamasu, H., & Nakashizuka, T. (2017). Biodiversity conservation values of fragmented communally reserved forests, managed by indigenous people, in a human-modified landscape in Borneo. PLoS ONE, 12(11), 1–14. https://doi.org/10.1371/journal.pone.0187273

Tsing, A. L. (1993). In The Realm of The Diamond Queen. Princeton University Press.

Copyright (c) 2023 Masyarakat Indonesia
Creative Commons License
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License.

Refbacks

  • There are currently no refbacks.