Lapisan Marginalisasi dan Konstruksi Ilegalitas dalam Masyarakat Perbatasan di Perbatasan Indonesia-Filipina

Dhimas Langgeng Gumelar

Abstract

Studi marginal mendekatkan fokus kajian sering pada identitas suatu komunitas tempatan, tanpa disadari, pandangan tersebut mengkonstruksi dimensi marginal yang anakronistik. Studi tersebut

menjerumuskan masyarakat di perbatasan Indonesia-Filipina, dan memunculkan romantisme. Studi yang dilakukan di Kepulauan Sangihe, berdasar pada fakta-fakta etnografis dan historis, serta observasi yang dilakukan selama bulan Juli-Agustus 2018. Kami menggunkan hubungan relasional untuk menangkap plot transformasi pada catatan Eropa serta kajian historis yang sudah diterbitkan. Hubungan tersebut pada dasarnya mendeskripsikan kelompok pejuang yaitu buruh paksa yang dijadikan budak. Transformasi tidak meninggalkan dimensi tradisional, khususnya adalah bagaimana penguasaan selama ini dilakukan oleh sistem ekonomi Feodalisme hingga Kapitalisme. Di wilayah perbatasan, Orang Sangir yang tinggal dekat dengan laut melakukan mobilisasi sebelum orang-orang Eropa datang, dan dimensi tradisional tersebut masih dilakukan, tetapi dibawah kuasa baru, yaitu negara modern. Mendasarkan diri pada isu transnasionalisme dan sekuritas, Indonesia dan Filipina membuat regulasi yang mengatur mobilitas migran. Pada akhirnya, Orang Sangir tersebut merasa selalu menjadi kriminal, disematkan stigma ilegal, tereksklusi dari kepulauannya sendiri di mana masyarakat yang tidak tinggal di Sangihe Besar mengklaim dirinya sebagai Orang Pulo. Kami melihat bahwa wilayah perbatasan Indonesia-Filipina sebagai wilayah abu-abu, cair, dan laboratorium kreatif.

Keywords

Marginal, Hubungan Relasional, Legal-Ilegal, Orang Sangir

Full Text:

PDF

References

Aritonang, Sihar, J., & Steenbrink, K. A. (2008). How Christianity Obtained a Central Positionin

Minahasa Culture and Society. Dalam A History of Christianity in Indonesia. Leiden:

Brill.

Amster, Matthew H. 2005. The Rhetoric of the State: Dependency and Control in the Malaysian-

Indonesian Borderland, dalam Identities: Global Studies in Culture and Power, 12, 23-

Alpes, Maybritt Jill. 2017. Papers That Work: Migration Brokers, State/Market Boundaries, and

the Place of Law, dalam PoLAR vol. 40,2, hlm. 262

Basa, Mick. (2014) The Indonesian Sangirs in Mindanao. Dipetik Oktober 10, 2018, dari Rappler:.

https://www.rappler.com/world/specials/southeast-asia/52543-indonesian-sangirsmindanao

Biersack, Aletta. (1989) Local Knowledge, Local History: Geertz and Beyond, dalam The New

Cultural History, Lynn Hunt (ed), hlm. 72-96. Berkeley: Universiy of Californnia

Press.

Boomgaard, Peter. (2005) Labour, Land, and Capital in Pre-Modern and Early Modern Southeast

Asia, dalam makalah Global Economic History Network Workshop on Factor

Markets, Utrecht.

Brillman, D. (2000). Kabar Baik di Bibir Pasifik. (L. Wuaten, C. Lantemona-Tunasoh, P. Salamate-

Joseph, P. T. Edelma, A. Kansil-Kalohedan, & C.Henoch-Bastian, Penerj.) Jakarta:

Pustaka SInar Harapan.

Das, Veena dan Deborah Poole. (2004). Anthropology in the Margins of the State (ed.). New Delhi:

Oxford University Press.

Durkheim, Emile. (1964). The Division of Labour in Society. Free Press.

Ferguson, James dan Akhil Gupta. 2002. Spatializing States: Toward an Ethnography of Neoliberal

Governmentality, dalam American Ethnologist, 29 (4), 981-1002.

Foust, C. R. Transgression as a Mode of Resistance: Rethinking Social Movement in an Era of

Corporate Gobalization. UK: Lexington Books.

Henley, D. (2005). Fertility, Food and Fever: Population, Economy and Environment in North and

Central Sulawesi. Leiden: KITLV Press.

Isin, Engin F. (2012). Citizens Without Frontiers. New York: Bloomsbury Publishing

Jenks, Chris. (2003). Transgression (Key Ideas). London: Routledge.

Jones, Eric A. (2007). Fugitive Women: Slavery and Social Change in Early Modern Southeast

Asia, dalam Journal of Southeast Asian Studies, 38(2), 215-245.

Kaunang, I. R. (2013). Bulan Sabit di Nusa Utara: Perjumpaan Islam dan Agama Suku di

Kepulauan Sangihe dan Talaud. Yogyakarta: Lintang Rasi Aksara Books.

Lapian, A. (2004). Laut Sulawesi: The Celebes Seas from Centre to Peripheries. Moussons, 7, 3-

Li, Tania. 2014. Land’s End: Capitalist Relations on an Indigenous Frontier. Durham: Duke

University Press.

Meillasoux, Claude. (1981) Maidens, Meal and Money: Capitalisme and The Domestic

Community. Cambridge: Cambridge University Press.

Pamungkas, C. (2016) Nationalism of Border Society: Case Study of Sangir People, Sangihe

Regency. Komunitas 8(1), 59-72

Pigafetta, A. (2010). The First Voyage Round The World by Magellan. (H. E. Stanley, Penyunt.)

New York: Cambridge.

Pratiknjo, Maria Heny. 2016. Identitas Dan Bentuk-Bentuk Budaya Lokal Masyarakat Kabupaten

Kepulauan Talaud Di Daerah Perbatasan Indonesia-Filipina, dalam Antropologi

Indonesia, 1, 29-39.

Prawirosusanto, Khidir M. 2015. Orang Laut, Permukiman, dan Kekerasan Infrastruktur. Jurnal

Masyarakat Indonesia, 41 (2), 127-145

Pristiwanto. (2014) Pelintas Batas Indonesia-Philipina di Kabupaten Kepulauan Sangihe.

Yogyakarta: Kepel Press.

_________. (2015). Mobilitas Undocumented Citizen di Wilayah Perbatasan Indonesia-Philipina.

Yogyakarta: Kepel Press.

_________. (2016) Dinamika Pisang (Filipina-sangihe) di Perbatasan Indonesia Filipina.

Antropologi Indonesia 1, 40-52

Reid, Anthony. (1983). Introduction, dalam Slavery, Bondage and Dependency in Southeast Asia,

Anthony Reid (ed), hlm. 14.

Robbins, Joel. 2004. Becoming Sinners: Christianity and Moral Torment in a Papua New Guinea

Society. Berkely: University of California Press.

Roberts, Simon. 1979) Order and Dispute: An Introduction to Legal Anthropology. UK: Penguin

Books.

Ruslan, Heri (2013) Terkatung-katung di “Negeri Pisang-Sapi. Dipetik Oktober 10, 2018, dari

Republika.co.id: http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/13/06/17/moj2nhterkatungkatung-

di

Sonhot, F. S. (1994). Rites and Rituals of The Sangils. Philipine Studies, 42(2).

Talampas, Ronaldo (2015) Indonesian Diaspora Identity Construction in a Southern Minadano

Border. Asian Studies 51(1), 130-162

Thomas Stodulka dan Birgitt Röttger-Rössler Introduction, Feelings at the margins: Dealing with

Violence, Stigma and Isolation in Indonesia. Frankfurt: Campus Verlag

Tiu, M. D. (2006). The Indonesian Migrants of davao and Cotabato. Dipetik October 6, 2018, dari

Kyoto Review: https://kyotoreview.org/issue-7/the-indonesian-migrants-of-davaoand-

cotabato/

Tsing, A. L. 1994. From the Margins, dalam Cultural Anthropology, 9(3), 279-297.

Ulaen, A. J. (2016). Nusa Utara dari Lintasan Niaga ke Daerah Perbatasan. Yogyakarta: Ombak.

Velasco, D. (2009). Fluid Boundaries: Toward a People-Centered Approach to Border Issues in

North Sulawesi, dalam Asian Transformation in Action: The Work of the 2006/2007

API Fellows, hlm. 95-102.

Velasco, D. (2010). Navigating The Indonesian-Philipine Border: The Challenges of Life in the

Borderzone. Kasarintan: Philipine Journal of Third World Studies, 25(1-2), 95-118.

Warren, J. F. (1979). The Sulu Zone: Commerce and The Evolution pf Multi-ethnic Polity, 1768-

Archipel, 18, 223-229.

__________. (1997). The Sulu Zone, The World Capitalist Economy and The Historical

Imagination: Problematizing Global-Local Interconnection and Interdependencies.

Southeast Asian Studies, 25(2), 177-122.

__________. (2007). The Sulu Zone 1768-1898, The Dinamics of External Trade, Slavery and

Ethnicity in Transformation of Sotheast Asian Maritime Stand. Singapore: NUS Press.

Wiltgen, Ralph. 2008. The Founding of the Roman Catholic Church in Melanesia and

Micronesia, 1850-1877. Princeton: Theological Monograph.

Copyright (c) 2020 Masyarakat Indonesia
Creative Commons License
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License.

Refbacks

  • There are currently no refbacks.